Pengusir Semut, Tikus dan Kecoa
SEDIKIT TENTANG TIKUS
TIKUS, terkadang jika mendengar nama ini yang tergambarkan dalam benak pikiran kita, adalah binatang yang identik dengan warna hitam, biasa hidup ditempat yang kotor seperti selokan, tong sampah ataupun gorong, bahkan yang lebih parah lagi biasa disebut hama tanaman padi atau pencuri makanan rumahan.Tahu ga? Sebenarnya dalam kekurangannya binatang ini juga mempunyai beberapa peran penting, antara lain: bentuk gigi yang menonjol didepan sebanyak 2 buah mengharuskan tikus untuk memakan biji-bijian supaya gigi tersebut bisa slalu terasah.
Hal ini berkaitan dengan peran dan fungsi tikus sebagai penyebar biji dan pengurai (dekomposer) beberapa bekas makanan.
Perbanyakan dan penyerbukan diri secara alami diatur pula dengan bantuan hewan penyerbuk atau penyebar biji melalui inang perantara. Tujuan pemencaran biji adalah untuk mengurangi resiko kepunahan. Sebagaimana tepung sari, pola pemencaran biji pun sangat tergantung pada keadaan lingkungan tempat jenis tumbuh. Tanpa bantuan sesuatu maka buah Ficus sp yang masak akan jatuh tidak jauh dari pohon induknya sehingga hidupnya akan bergerombol. Hidup bergerombol akan mempertinggi tingkat penghamaan atau kerusakan bagi spesies itu sendiri.
Selain itu, tikus juga berperan sebagai konsumen tingkat I dalam rantai makanan yang artinya hewan yang memakan produsen dan berada pada tropik paling rendah dalam rantai makanan.
Konsumen tingkat I dalam ekosistem, berperan sebagai hewan mangsa bagi predator atau konsumen diatasnya.
Secara tidak langsung, hal ini sangat penting untuk menjaga kestabilan ekosistem yang ada (rantai makanan). Jadi bisa dibayangkan jika didalam suatu ekosistem tidak ada konsumen tingkat I seperti tikus, pasti beberapa predator seperti ular, akan sering turun ke desa untuk memakan hewan peliharaan warga desa.
Tikus juga berperan memangkas rantai kehidupan agar lebih pendek, misalnya tulang dan beberapa bahan organik yang sulit terurai akan terbantukan dengan adanya tikus sebagai konsumen tingkat 1.
Keanekaragaman hayati menjadi bagian yang sangat penting dalam konservasi dan keseimbangan ekosistem. Keseimbangan ekosistem telah diatur secara alami melalui mekanisme rangkaian penyediaan dan keseimbangan jaring pakan yang sederhana. Beberapa jenis tikus yang biasa ditemukan pada habitat hutan sekunder, seperti Maxomys surifer dan Maxomys rajah dapat dijadikan indikator (pencirian habitat) untuk menggambarkan kondisi hutan yang masih cukup stabil (baik)
(http://pandamprasetyo.blogspot.com/2010/10/sedikit-tentang-tikus.html)
AWAS ... AWAS ... KENCING TIKUS BISA MEMBAWA PENYAKIT |
Leptospirosis (penyakit kencing tikus)
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis)
Sejarah Penyakit
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh Adolf Weil dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf serta pembesaran hati dan limpa. Penyakit dengan gejala tersebut di atas oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai Weil's Disease.[butuh rujukan] Pada tahun 1915 Inada berhasil membuktikan bahwa "Weil's Disease" disebabkan oleh bakteri Leptospira icterohemorrhagiae.
Distribusi Penyakit
Leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan, dan personel militer . Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi . Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.
Iklim yang sesuai untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Oleh sebab itu, kasus Leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang lebih berat. Angka kejadian Leptospirosis di negara tropis basah 5-20/100.000 penduduk per tahun . Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Oraganization/WHO) mencatat, kasus Leptospirosis di daerah beriklim subtropis diperkirakan berjumlah 0.1-1 per 100.000 orang setiap tahun, sedangkan di daerah beriklim tropis kasus ini meningkat menjadi lebih dari 10 per 100.000 orang setiap tahun.[9] Pada saat wabah, sebanyak lebih dari 100 orang dari kelompok berisiko tinggi di antara 100.000 orang dapat terinfeksi.
Di Indonesia, Leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat .
Angka kematian Leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-16,45 persen . Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai 56 persen . Di beberapa publikasi angka kematian dilaporkan antara 3 persen - 54 persen tergantung sistem organ yang terinfeksi .
Cara Penularan
Urin tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis.
Leptospirosis merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui air (water borne disease). Urin (air kencing) dari individu yang terserang penyakit ini merupakan sumber utama penularan, baik pada manusia maupun pada hewan . Kemampuan Leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu faktor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru . Hujan deras akan membantu penyebaran penyakit ini, terutama di daerah banjir . Gerakan bakteri memang tidak memengaruhi kemampuannya untuk memasuki jaringan tubuh namun mendukung proses invasi dan penyebaran di dalam aliran darah induk semang.
Di Indonesia, penularan paling sering terjadi melalui tikus pada kondisi banjir . Keadaan banjir menyebabkan adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang menyebabkan mudahnya bakteri Leptospira berkembang biak . Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama Leptospirosis karena bertindak sebagai inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi . Beberapa hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi, anjing dapat terserang Leptospirosis, tetapi potensi menularkan ke manusia tidak sebesar tikus.
BIO-L PB DAPAT BERFUNGSI UNTUK MENETRALISIR KOTORAN DAN KENCING SERTA MENGUSIR TIKUS DAN KECOA SEHINGGA MENCEGAH PENYAKIT LEPTOSPIROSIS.